Monday 23 April 2012

MASALAH TAHLILAN MEMPEMPERINGATI ORANG MATI DITINJAU DARI ILMU FIQIH

Mengapa umat Islam mempunyai kebiasaan mengadakan selamatan orang meninggal, yaitu selamatan atau peringatan tiga hari, tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, haul (ulang Tahun kematian), sewu, dsb. Upacara kumpul-kumpul tersebut diadakan di rumah duka pada hari-hari yang telah ditetapkan tersebut. Upacara kumpul-kumpul untuk selamatan orang mati pada hari-hari tertentu itu menurut Prof. Dr Hamka adalah menirukan agama Hindu. (Tapi kenyataan, penulis sering debat dengan yang berpahamkan atau mendukung tahlilan, mereka menganggap tetap bukan bagian dari agama Hindu) Namun dalam pelaksanaannya, hadirin yang kumpul di rumah duka membaca bacaan-bacaan tertentu dipimpin oleh Imam Upacara. Rangkaian bacaan itu disebut Tahlil, karena ada bacaan La ilaha illalloh. Hingga upacara selamatan orang mati itu sendiri di masyarakat disebut Tahlilan. Biasanya pihak yang duka itu justru menjamu makanan, minuman, dan kebanyakkan masih pula pihak duka membekali makanan untuk dibawa pulang oleh para hadirin. Makanan yang dibawa pulang itu disebut berkat, yang diambil dari lafadzh Arab Barokah. Masih pula kadang harus menyediakan duit diselipkan di besek wadah berkat yang dibawa pulang itu, sehingga beban pihak duka itu bertambah-tambah.
Pendapat ulama-ulama Fiqih sekitar upacara kematian, yaitu :
1. Rasullullah bersabda kepada para sahabatnya ketika Ja’far bin Abi Tholib meninggal dunia : “Buatkanlah makanan bagi keluarga Ja’far karena telah dating kepada mereka hal yang menyibukkannya.” (Hadist Shohih Riwayat Imam Syafi’I, Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
2. Jarir bin Abdillah berkata : “Kami menganggap kumpul-kumpul di (rumah) keluarga si mayit dan penyediaan makanan setelah penguburan si mayit merupakan bagian dari niyahah (meratap).” (Hadist Shohih riwayat Ahmad dan Ibnu Majah)
3. Imam Syafi’I berkata di dalam Al Umm : “Saya membenci kumpul-kumpul (di rumah mayit) meskipun tidak disertai tangisan, karena hal itu mengingatkan kesedihan dan menimbulkan beban serta bertentangan dengan atsar.”(Al Umm Juz 1)
Sebenarnya hal yang wajib ditinggalkan dan dijauhi oleh adalah apa yang dilakukan oleh orang-orang karena tidak tahuan terhadap ajaran Islam, berupa kumpul-kumpul di rumah-rumah (ahli mayit) untuk makan-makan dan mengeluarkan harta untuk itu. Hal itu tidak boleh karena salafush sholih (generasi Islam terdahulu yang sholih) tidak pernah sama sekali melakukannya. Segala apa yang dilakukan orang-orang pada masa sekarang ini berupa kumpul-kumpul untuk makan-makan, menghamburkan harta yang banyak demi gengsi adalah merupakan hal-hal yang baru dan bid’ah munkaroh yang wajib dijauhi oleh semua orang Muslim, apalagi sering dibarengi dengan hal-hal yang bertentangan dengan petunjuk Al Quran dan As Sunnah serta berjalan sesuai adat jahiliyah seperti melagukan Al Quran dan tidak mematuhi tilawah, meninggalkan inshot (diam dan tidak ribut), bahkan mereka tidak cukup sampai sini. Mereka tidak hanya terbatas melakukannya di hari-hari pertama saja, tapi mereka menjadikan hari ke 40 sebagai pengulangan kemunkaran bid’ah ini. Dan juga mengadakan peringatan temu tahun (haul). Di sini dapat disimpulkan bahwa adat kebiasaan berkaitan dengan kematian, makan-makan, kumpul-kumpul dan peringatan orang mati yang berlangsung di kalangan umat Islam ternyata bertolak belakang dengan ajaran Islam, baik teks hadist maupun teks fiqih serta fatwa para ulama dari berbagai madzhab, klasik maupun masa kini. Hal ini dapat dihubungkan dengan pernyataan Rasullullah SAW, yaitu : “Sesungguhnya yang aku takutkan atas umatku hanyalah para Imam (Ulama, Pemuka) yang menyesatkan.” (Hadist Shohih Riwayat Abu Dawud dan Al Barqoni) (Hal ini sudah dibuktikan sekarang banyak yang ikut-ikutan ulama, kyai, dsb.)

No comments:

Post a Comment