Friday 26 April 2013

HUBUNGAN JENIS-JENIS JIN & KEPRIBADIAN MANUSIA



Berdasarkan sebuah hadist Rasulullah SAW mengenai pembagian jenis-jenis Jin, maka ada Jin yang berjenis Ular dan Anjing, kalau kita merujuk pada kitab Wiqoyatul Insan karya Syekh Wahid Abdus Salam Bali itu adalah bentuk aslinya. Yakni bentuk nyata dari penjelmaan (bisa dilihat dan disentuh) bukan bentuk pencitraan, yaitu jenis ular yang berwarna hitam dan anjing yang berwarna hitam. Hal ini dapat dijelaskan di dalam Manaqibusy Sayafi’I dengan sanadnya dari ar Rabi’ yang diriwayatkan oleh Baihaqi, Al Hafizh menyatakan, Aku mendengar Syafi’I berkata:”Barang siapa yang mengaku melihat jin maka kami batalkan syahadatnya kecuali Nabi”. (Ibnu Hajar Al Asqolani, Fathul Baari, 4/489) menyatakan hal ini berlaku bagi mereka yang mengaku melihat jin dalam bentuk aslinya. Sedangkan orang yang mengaku melihat jin setelah menyerupai beberapa bentuk binatang maka tidak dapat dibantah karena berita-berita tentang penyerupaan mereka sudah mutawatir (banyak).
Sebagaimana Sabda Nabi : “ Ular adalah jadian jin sebagaimana kera dan babi adalah jadian dari Bani Israil” (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, Thabrani dalam Al Kabir, 4/439)
Ada juga hadist yang diriwayatkan dari Abu Qilabah dari Nabi beliau bersabda : “Sekiranya anjing itu bukan satu ummat niscaya aku memerintahkan pembunuhannya tetapi aku takut memusnahkan satu ummat, karena itu bunuhlah setiap binatang hitam diantaranya sebab dia adalah jinnya atau dari jinnya”.(Kitabul Musaqat)
Ibnu Taimiyyah menyatakan bahwa anjing hitam dalam hadist di atas setan anjing dan jin, dia menyerupai warna beberapa bentuk, demikian juga dengan bentuk kucing hitam karena warna hitam lebih bisa menghimpun kekuatan-kekuatan setan daripada warna lainnya, disamping karena warna hitam menyimpan daya panas. Selanjutnya Ibnu Taimiyyah juga menyatakan jika jin bisa menyerupai bentuk manusia dan binatang, seperti ular, kalajengking, onta, sapi, kambing. Kuda, bighal, keledai, burung dan anak keturunan adam (biasanya kalau di Jawa menyeruapi orang yang meninggal tidak wajar).
Dari ketiga jenis jin tersebut, dua jenis jin yang pertama memiliki kemampuan untuk berubah-ubah bentuk atau menjelma menyerupai manusia dan binatang dalam pencitraan (kita tidak dapat melihat wujud nyatanya), yaitu ketika jin itu berada dalam tubuh manusia akan mencitrakan dirinya dengan berbagai bentuk, baik itu bentuk manusia maupun berbagai bentuk binatang. Hal ini akan memberikan konsekuensi terhadap berbagai bentuk kepribadian manusia apabila jin tersebut masuk dalam tubuh manusia atau binatang yang ada di dalamnya. Lebih jelasnya sebagai berikut :
Pertama, pencitraan jin dalam bentuk binatang. Misalkan saja jin dalam bentuk harimau atau singa, keduanya memiliki karakter yang hamper sama, jika seseorang kemasukan jin dan jinnya mengaku berbentuk jin harimau atau singa maka orang yang kemasukan tersebut memiliki sifat lebih percaya diri, ada perasaan merasa hebat, kuat, berani, cenderung buas, kejam, mudah marah, sadis, reaktif yang kuat dan mudah emosi. Jika jin yang masuk ke tubuh manusia dalam bentuk ular, maka akan menunjukkan cirri khasnya yaitu diam, menutup diri, cenderung mempersulit diri, berbelit-belit, tarik ulur kebenaran, memberikan efek gatal di tubuh, jika di ruqyah kekuatannya bertahan di tulang ekor, memberikan kontribusi syahwat besar, mempertajam libido. Jika jin mencitrakan diri dalam bentuk kera, biasanya karakternya suka menyerobot, mencuri, seenaknya sendiri, cenderung tega, egois, reaktif tetapi tidak kuat, suka celometan. Jika pencitraan dalam bentuk anjing, biasanya dari kalangan jin Ifrit, cenderung mewakili dunia sihir. Ciri khasnya suka menggigit kalau di ruqyah, suka yang kotor-kotor, najis, biasanya suka jalan (ngluyur) dan cenderung cari duit saja. Dan lain sebagainya.




Kedua, pencitraan jin dalam bentuk manusia , misalkan manusia bersorban, biasanya suka berdebat, cenderung sok religi, merasa benar dengan pendapatnya, senang dengan kebid’ahan, jika di ruqyah akan melawan dengan membaca ayat Al Qur’an pula, terkadang membantu ketaatan; misalkan membangunkan sholat malam, dzikir dengan bacaan tertentu, dll, dalam beribadah cenderung mengandalkan semangat tanpa ilmu, mudah mengelabuhi peruqyah karena antara jin dan manusianya hampir sama. Jika manusia bentuk tinggi, besar, hitam, mata merah biasanya mengaku dari kalangan ifrit. Sifatnya ganas, jahat, reaktif, suka mengancam, memukul, tidak cerdas, nafsu besar, mudah tersinggung dsb. Cirinya dia gampang menyerah, tunduk dan masuk Islam jika kalah. Jika manusia bentuk pocong, cirri menonjol adalah pendusta, spesialisasi mengingat masa lalu yang buruk. Jika jin yang masuk mencitrakan dirinya manusia setengah hewan, seperti bentuk uniqron, manusia setengah kuda menggambarkan karakter setengah manusia dan binatang kadang tampak bijak tapi kadang tiba-tiba langsung garang. Jika jin yang masuk mencitrakan dirinya manusia tua, maka jenis jin ini biasanya mewakili jin turunan (dari buyut/neneknya yang punya jimat atau pusaka) (Makanya dalam Islam tidak diperbolehkan menyimpan jimat, rajah, akik, keris dsb, biasanya penulis jika akan meruqyah seseorang hal-hal tersebut harus segera dimusnahkan terlebih dahulu, red) atau sihir yang sudah lama; mempunyai sifat temuwo, suka benda-benda antic, senang mitos, jahat. Terkadang orang kemasukan jin karena hobinya mancing yang ekstrem, biasanya jika di ruqyah hamper semua binatang air ada dalam tubuhnya. Ada juga yang mengaku kuntilanak, Nyi roro kidul, perempuan muda (Yang terakhir ini jadi ingat Martika Sari Anak SMK IKIP Kelas XII Pemasaran yang rumahnya Tambak Grinsing itu,..he he he he,………….red)
Semuanya yang dijelaskan diatas adalah berdasarkan sumber data penulis, rekan-rekan penulis dan juga dari literature kitab-kitab. Jadi dapat disimpulkan bahwa jin yang masuk ke dalam tubuh manusia akan membaca pikiran manusia dengan segenap keyakinan dan kebiasaan perilaku hidupnya yang kemudian menyesuaikan dirinya dengan apa yang diyakini oleh manusia tersebut. Di situlah jin akan mencitrakan dirinya sesuai dengan kebiasaan orang tersebut dan juga mitos-mitos yang ada berkembang di masyarakat. Wallahu’alam bi showab. Sumber :
1. Al Umm, Majalah Pendidikan Keluarga
2. Ustadz Hartono Ahmad Jaiz, Bedah Islam dari kesyirikan
3. Beberapa Kumpulan Hadist
4. Kitab Fathul Bari Syarah Shahih Al Bukhari, Pustaka Imam Asy Syafi'i

No comments:

Post a Comment