Tuesday, 24 April 2012
SYAIKH ABDUL QODIR AL JAELANI
Biografi Syaikh Abdul Qadir Al Jailani termuat dalam kitab Adz Dzail 'Ala Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab Al Hambali. Tetapi, buku ini belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Beliau adalah seorang ulama besar sehingga suatu kewajaran jika sekarang ini banyak kaum muslimin menyanjungnya dan mencintainya. Akan tetapi kalau meninggi-ninggikan derajat beliau berada di atas Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, maka hal ini merupakan suatu kekeliruan. Karena Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam adalah rasul yang paling mulia di antara para nabi dan rasul yang derajatnya tidak akan pernah bisa dilampaui di sisi Allah oleh manusia siapapun.
Ada juga sebagian kaum muslimin yang menjadikan Syaikh Abdul Qadir Al Jailani sebagai wasilah (perantara) dalam do'a mereka. Berkeyakinan bahwa do'a seseorang tidak akan dikabulkan oleh Allah, kecuali dengan perantaraannya. Ini juga merupakan kesesatan.
Menjadikan orang yang sudah meninggal sebagai perantara tidak ada syari'atnya dan ini sangat diharamkan. Apalagi kalau ada yang berdo'a kepada beliau. Ini adalah sebuah kesyirikan besar. Sebab do'a merupakan salah satu bentuk ibadah yang tidak boleh diberikan kepada selain Allah. Allah melarang makhluknya berdo'a kepada selainNya. Allah berfirman, yang artinya:
"Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah." (QS. Al Jin:18)
Kelahirannya
Syaikh Abdul Qadir Al Jailani adalah seorang 'alim di Baghdad yang lahir pada tahun 490/471 H di kota Jailan atau disebut juga Kailan. Sehingga di akhir nama beliau ditambahkan kata Al Jailani atau Al Kailani atau juga Al Jiliy.
Pendidikannya
Pada usia yang masih muda beliau telah merantau ke Baghdad dan meninggalkan tanah kelahirannya. Di sana beliau belajar kepada beberapa orang ulama seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthath, Abul Husein Al Farra' dan juga Abu Sa'ad Al Mukharrimi sehingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama.
Pemahamannya
Beliau seorang Imam bermadzhab Hambali. Menjadi guru besar madzhab ini pada masa hidup beliau. Beliau adalah seorang alim yang beraqidah ahlus sunnah mengikuti jalan Salafush Shalih. Dikenal banyak memiliki karamah-karamah. Tetapi banyak pula orang yang membuat-buat kedustaan atas nama beliau. Kedustaan itu baik berupa kisah-kisah, perkataan-perkataan, ajaran-ajaran, "thariqah" yang berbeda dengan jalan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, para sahabatnya dan lainnya.
Syaikh Abdul Qadir Al Jailani menyatakan dalam kitabnya, Al Ghunyah, "Dia (Allah) di arah atas, berada di atas 'ArsyNya, meliputi seluruh kerajaanNya. IlmuNya meliputi segala sesuatu. "Kemudian beliau menyebutkan ayat-ayat dan hadits-hadits, lalu berkata, "Sepantasnya menetapkan sifat istiwa' (Allah berada di atas 'ArsyNya) tanpa takwil (menyimpangkan kepada makna lain). Dan hal itu merupakan istiwa' dzat Allah di atas 'Arsy.
Dakwahnya
Suatu ketika Abu Sa'ad Al Mukharrimi membangun sekolah kecil di sebuah daerah yang bernama Babul Azaj dan pengelolaannya diserahkan sepenuhnya kepada Syaikh Abdul Qadir. Beliau mengelola sekolah ini dengan sungguh-sungguh. Bermukim di sana sambil memeberikan nasehat kepada orang-orang yang ada di sana, sampai beliau meninggal dunia di daerah tersebut.
Banyak sudah orang yang bertaubat demi mendengar nasihat beliau. Banyak orang yang bersimpati kepada beliau, lalu datang ke sekolah beliau. Sehingga sekolah ini tidak kuat menampungnya. Maka diadakan perluasan.
Imam Adz Dzahabi dalam menyebutkan biografi Syaikh Abdul Qadir Al Jailani dalam Siyar A'lamin Nubala, menukilkan perkataan Syaikh sebagai berikut, "Lebih dari lima ratus orang masuk Islam lewat tanganku, dan lebih dari seratus ribu orang telah bertaubat."
Murid-murid beliau banyak yang menjadi ulama terkenal, seperti Al Hafidz Abdul Ghani yang menyusun Umdatul Ahkam Fi Kalami Khairil Anam. Ibnu Qudamah penyusun kitab fiqh terkenal Al Mughni.
Wafatnya
Beliau Wafat pada hari Sabtu malam, setelah maghrib, pada tanggal 9 Rabi'ul Akhir tahun 561 H di daerah Babul Azaj.
Pendapat ulama
Ketika ditanya tentang Syaikh Abdul Qadir Al jailani, Ibnu Qudamah menjawab, "Kami sempat berjumpa dengan beliau di akhir masa kehidupannya. Beliau menempatkan kami di sekolahnya. Beliau sangat perhatian kepada kami. Kadang beliau mengutus putra beliau Yahya untuk menyalakan lampu buat kami. Terkadang beliau juga mengirimkan makanan buat kami. Beliau senantiasa menjadi imam dalam shalat fardhu."
Ibnu Rajab di antaranya mengatakan, "Syaikh Abdul Qadir Al Jailani adalah seorang yang diagungkan pada masanya. Diagungkan oleh banyak para syaikh, baik ulama dan para ahli zuhud. Beliau memiliki banyak keutamaan dan karamah. Tetapi ada seorang yang bernama Al Muqri' Abul Hasan Asy Syathnufi Al Mishri (orang Mesir) mengumpulkan kisah-kisah dan keutamaan-keutamaan Syaikh Abdul Qadir Al Jailani dalam tiga jilid kitab. Dia telah menulis perkara-perkara yang aneh dan besar (kebohongannya). Cukuplah seorang itu dikatakan berdusta, jika dia menceritakan segala yang dia dengar. Aku telah melihat sebagian kitab ini, tetapi hatiku tidak tenteram untuk meriwayatkan apa yang ada di dalamnya, kecuali kisah-kisah yang telah masyhur dan terkenal dari kitab selain ini. Karena kitab ini banyak berisi riwayat dari orang-orang yang tidak dikenal. Juga terdapat perkara-perkara yang jauh (dari agama dan akal), kesesatan-kesesatan, dakwaan-dakwaan dan perkataan yang batil tidak terbatas. Semua itu tidak pantas dinisbatkan kepada Syaikh Abdul Qadir Al Jailani. Kemudian aku dapatkan bahwa Al Kamal Ja'far al Adfawi telah menyebutkan bahwa Asy Syathnufi sendiri tertuduh berdusta atas kisah-kisah yang diriwayatkannya dalam kitab ini."
Ibnu Rajab juga berkata, "Syaikh Abdul Qadir Al Jailani memiliki pendapat yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat Allah, takdir, dan ilmu-ilmu ma'rifat yang sesuai dengan sunnah. Beliau memiliki kitab Al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq, kitab yang terkenal. Beliau juga mempunyai kitab Futuhul Ghaib. Murid-muridnya mengumpulkan perkara-perkara yang banyak berkaitan dengan nasehat dari majelis-majelis beliau. Dalam masalah-masalah sifat, takdir dan lainnya, ia berpegang pada sunnah. "
Imam Adz Dzahabi mengatakan, "intinya Syaikh Abdul Qadir Al Jailani memiliki kedudukan yang agung. Tetapi terdapat kritikan-kritikan terhadap sebagian perkataannya, dan Allah menjanjikan (ampunan atas kesalahan-kesalahan orang-orang beriman). Namun sebagian perkataannya merupakan kedustaan atas nama beliau." (Syiar XX/451).
Imam Adz Dzahabi juga berkata, "Tidak ada seorangpun para ulama besar yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat, selain Syaikh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak di antara riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada yang mustahil terjadi."
Syaikh Rabi' bin Hadi Al Makhdali berkata dalam kitabnya, Al Haddul Fashil, hal.136, "Aku telah mendapatkan aqidah beliau (Syaikh Abdul Qadir Al Jailani) di dalam kitabnya yang bernama Al Ghunyah. Maka aku mengetahui dia sebagai seorang Salafi. Beliau menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah dan aqidah-aqidah lainnya di atas manhaj salaf. Beliau juga membantah kelompok-kelompok Syi'ah, Rafidhah, Jahmiyyah, Jabariyyah, Salimiyah, dan kelompok lainnya dengan manhaj Salaf.
Pertanyaan penulis :
1. Mengapa setiap ada hajatan apapun itu, mesti mengirimkan Surat Al Fatihah kepada Beliau ?
2. Dan seolah-olah Beliau disejajarkan dengan Rasulullah SAW, padahal seharusnya Rasulullah SAW adalah manusia yang paling mulia yang tidak ada bandingannya dengan manusia manapun ?
3. Apakah memang benar ada dalil atau hujah yang mengatur masalah tersebut menurut syariat nya ?
Bukan sebagai apa-apa tulisan ini hanya keingin tahuan saja penulis terhadap Ilmu, terima kasih .....
Monday, 23 April 2012
MASALAH TAHLILAN MEMPEMPERINGATI ORANG MATI DITINJAU DARI ILMU FIQIH
Mengapa umat Islam mempunyai kebiasaan mengadakan selamatan orang meninggal, yaitu selamatan atau peringatan tiga hari, tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, haul (ulang Tahun kematian), sewu, dsb. Upacara kumpul-kumpul tersebut diadakan di rumah duka pada hari-hari yang telah ditetapkan tersebut.
Upacara kumpul-kumpul untuk selamatan orang mati pada hari-hari tertentu itu menurut Prof. Dr Hamka adalah menirukan agama Hindu. (Tapi kenyataan, penulis sering debat dengan yang berpahamkan atau mendukung tahlilan, mereka menganggap tetap bukan bagian dari agama Hindu) Namun dalam pelaksanaannya, hadirin yang kumpul di rumah duka membaca bacaan-bacaan tertentu dipimpin oleh Imam Upacara. Rangkaian bacaan itu disebut Tahlil, karena ada bacaan La ilaha illalloh. Hingga upacara selamatan orang mati itu sendiri di masyarakat disebut Tahlilan.
Biasanya pihak yang duka itu justru menjamu makanan, minuman, dan kebanyakkan masih pula pihak duka membekali makanan untuk dibawa pulang oleh para hadirin. Makanan yang dibawa pulang itu disebut berkat, yang diambil dari lafadzh Arab Barokah. Masih pula kadang harus menyediakan duit diselipkan di besek wadah berkat yang dibawa pulang itu, sehingga beban pihak duka itu bertambah-tambah.
Pendapat ulama-ulama Fiqih sekitar upacara kematian, yaitu :
1. Rasullullah bersabda kepada para sahabatnya ketika Ja’far bin Abi Tholib meninggal dunia :
“Buatkanlah makanan bagi keluarga Ja’far karena telah dating kepada mereka hal yang menyibukkannya.” (Hadist Shohih Riwayat Imam Syafi’I, Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
2. Jarir bin Abdillah berkata :
“Kami menganggap kumpul-kumpul di (rumah) keluarga si mayit dan penyediaan makanan setelah penguburan si mayit merupakan bagian dari niyahah (meratap).” (Hadist Shohih riwayat Ahmad
dan Ibnu Majah)
3. Imam Syafi’I berkata di dalam Al Umm :
“Saya membenci kumpul-kumpul (di rumah mayit) meskipun tidak disertai tangisan, karena hal itu mengingatkan kesedihan dan menimbulkan beban serta bertentangan dengan atsar.”(Al Umm Juz 1)
Sebenarnya hal yang wajib ditinggalkan dan dijauhi oleh adalah apa yang dilakukan oleh orang-orang karena tidak tahuan terhadap ajaran Islam, berupa kumpul-kumpul di rumah-rumah (ahli mayit) untuk makan-makan dan mengeluarkan harta untuk itu. Hal itu tidak boleh karena salafush sholih (generasi Islam terdahulu yang sholih) tidak pernah sama sekali melakukannya. Segala apa yang dilakukan orang-orang pada masa sekarang ini berupa kumpul-kumpul untuk makan-makan, menghamburkan harta yang banyak demi gengsi adalah merupakan hal-hal yang baru dan bid’ah munkaroh yang wajib dijauhi oleh semua orang Muslim, apalagi sering dibarengi dengan hal-hal yang bertentangan dengan petunjuk Al Quran dan As Sunnah serta berjalan sesuai adat jahiliyah seperti melagukan Al Quran dan tidak mematuhi tilawah, meninggalkan inshot (diam dan tidak ribut), bahkan mereka tidak cukup sampai sini. Mereka tidak hanya terbatas melakukannya di hari-hari pertama saja, tapi mereka menjadikan hari ke 40 sebagai pengulangan kemunkaran bid’ah ini. Dan juga mengadakan peringatan temu tahun (haul). Di sini dapat disimpulkan bahwa adat kebiasaan berkaitan dengan kematian, makan-makan, kumpul-kumpul dan peringatan orang mati yang berlangsung di kalangan umat Islam ternyata bertolak belakang dengan ajaran Islam, baik teks hadist maupun teks fiqih serta fatwa para ulama dari berbagai madzhab, klasik maupun masa kini. Hal ini dapat dihubungkan dengan pernyataan Rasullullah SAW, yaitu : “Sesungguhnya yang aku takutkan atas umatku hanyalah para Imam (Ulama, Pemuka) yang menyesatkan.” (Hadist Shohih Riwayat Abu Dawud dan Al Barqoni) (Hal ini sudah dibuktikan sekarang banyak yang ikut-ikutan ulama, kyai, dsb.)
SYIRIK & BENTUKNYA YANG WAJIB DI JAUHI
Subscribe to:
Posts (Atom)